Banner Isi

Kamis, 27 Januari 2011

TEORI SASTRA

SASTRA DAN STUDI SASTRA

Secara umum, teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala – gejala yang diamati.
Renne Wellek dan Austin Warren mengemukakan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif. Sedangkan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah bidang sastra. Sedangkan studi terhadap karya konkret disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiganya berkaitan erat sekali. Tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra dan teori sastra, kritik sastra tanpa teori sastra dan sejarah sastra.
Ruang lingkup sastra adalah kreatifitas penciptaan, sedangkan ruang lingkup studi sastra adalah ilmu dengan sastra sebagai objeknya.
Terdapat tiga cabang dalam studi sastra, yaitu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiga cabang studi sastra ini bersifat seni sastra.
Selain tiga genre tersebut, studi sastra juga memiliki lima cabang sastra, yaitu : sastra umum, sastra nasional, sastra regional, sastra dunia, dan sastra bandingan. Lima cabang sastra ini dapat dikaji dengan teori sastra, kritik sastra, maupun sejarah sastra.

FORMALISME RUSIA

Aliran formalism di Rusia hidup diantara tahun 1915 – 1930 dengan tokoh – tokohnya seperti Roman Jakobson, Skjlovsky, Eichenbaum, dan Tynjanov.
Para formalis Rusia bukan merupakan sebuah kelompok yang homogen dan kompak pandangannya. Namun demikian mereka mempunyai fokus utama untuk meneliti teks – teks yang dianggap sebagai teks – teks kesusasteraan.
Pokok gagasan dan dalil utama formalisme antara lain sebagai berikut :
1. Defamiliarisasi dan Deotomatisasi
Istilah Defamiliarisasi dipopulerkan oleh Skjlovsky untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menyimpang dari biasanya. Dalam proses ini teknik menunda atau mengulur cerita bahkan menyisipinya menarik perhatian pembaca karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis.
2. Teori Naratif
Kaum formalis menekankan perbedaan anatara cerita, alur, dan motif untuk menganalisa teks naratif. Menurut mereka dari ketiganya yang sungguh bersifat kesusasteraan adalah alur.
3. Analisis Motif
Motif merupakan unsur yang penuh arti dalam sebuah karya. Dengan mengetahui motif yang terdapat dalam sebuah karya, pembaca dapat menentukan tema di dalamnya.
4. Fungsi Puitik dan Objek Estetik
Secara prinsip, kaum formalis mengarahkan perhatian kita pada unsur – unsur kesastraan dan fungsi puitik dalam sebuah karya.

NEW CRITICISM

New criticism merupakan aliran kritik sastra yang berkembang anatara tahun 1920 – 1960 di Amerika Serikat. Istilah New criticism dikemukakan oleh John Crowe Ransom. Beberapa penulis New criticism diantaranya : I.A. Richard, T.S. Elliot, Cleanth Brooks, Robert Penn Warrern, Allen Tate, R.P. Blackmur, dan William K. Wimsatt, Jr.
Para New criticism memandang karya sastra sebagai sebuah kesatuan organik yang telah selesai, sebuah gejala estetik yang telah melepaskan kondisi subjektifnya pada saat karya itu diselesaikan.
Cara kerja para New criticism adalah :
1. Close reading, yakni mencermati karya sastra dengan teliti.
2. Empiris, yakni penekanan analisis pada observasi bukan teori.
3. Otonomi, yakni karya dan kajian sastra adalah sesuatu yang mandiri dan tidak tergantung pada unsur lain.
4. Concreteness, yaitu apabila karya sastra dibaca menjadi karya yang concreat atau hidup.
5. Form (bentuk), yakni bentuk karya sastra menentukan isinya.
6. Diksi (pilihan kata).
7. Tone (nada), yaitu sikap penyair, penulis, narator dan pembaca saat membacakan sebuah karya sastra.
8. Metafor, yakni pembandingan suatu objek ke objek lain tanpa menggunakan kata pembanding.
9. Simile, yakni membandingkan objek dengan menggunakan kata banding.
10. Onomato pea (peniruan bunyi).
11. Paradoks ( lawan kata, sindiran)
12. Ironi, segala sesuatu dalam ironi memiliki makna berlawanan dengan sesungguhnya.

STRUKTURALISME

Strukturalisme menentang teori – teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya. Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks – teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Tokoh terkenal dalam teori ini adalah Ferdinand de Saussure (Perancis).
Cara kerja strukturalisme dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Strukturalisme pada awalnya mengamati lebih dari satu objek, dengan tujuan untuk mendedah apa yang ada dibalik kesamaan struktur dalam dua objek atau lebih.
2. Strukturalisme kemudian menyadari, pada dua objek atau lebih tersebut memiliki persamaan dan perbedaan.
3. Terlepas dari adanya persamaan dan perbedaan, teks sastra diikat oleh hukum simetri.
4. Ketidaksamaan inilah yang kemudian memunculkan kesadaran akan adanya oposisi biner dalam kehidupan.
5. Kesamaan, ketidaksamaan, dan oposisi biner tidak selamanya hadir dalam dua objek atau lebih, pada hakikatnya hadir dalam satu objek.
6. Oposisi biner akan tampak manakala seseorang mendekonstruksi objek teersebut.
7. Untuk melihat struktur luaran dengan insting strukturalis, seseorang berusaha untuk membedah struktur dalaman objeknya.

STRUKTURALISME DAN EKSISTENSIALISME

Eksistensialisme dibawa oleh Jean Paul Sartre (Perancis), Albert Camus (Perancis), dan Martin Heidegger. Kendati eksistensialisme tidak berhubungan langsung dengan strukturalisme, eksistensialisme merupakan salah satu pemicu lahirnya strukturalisme.
Absurditas (kesia – siaan, ketidakbermaknaan) merupakan titik pemikiran eksistensialisme yang kemudia dikembangkan oleh Albert Camus menjadi sebuah filsafat tersendiri.

SEMIOTIKA SASTRA

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda – tanda, sistem – sistem tanda, dan proses suatu tanda diartikan. Dengan kata lain mempelajari berbagai objek, peristiwa, maupun kebudaan sebagai tanda.
Tedapat beberapa aliran semiotik dalam sastra. Namun mereka memiliki kesamaan pandangan bahwa bahasa merupakan salah satu diantara sekian banyak sistem tanda. Tokoh – tokoh semiotika diantaranya : Ferdinand de Saussure (Perancis), Jurij Lotman (Rusia), dan C.S. Pierce (Amerika).
C.S. Pierce membagi tanda sesuai dengan apa yang ditandakan menjadi tiga : ikon, indeks, dan simbol (tanda). Sedangkan Jurij Lotman mengemukakan bahwa sastra dan semua cabang seni lainnya mempergunakan sistem tanda primer sepeti terdapat dalam bahasa alamiah tetapi tidak terbatas pada tanda – tanda primer saja.

SOSIOLOGI SASTRA

Sosiologi sastra mempelajari hubungan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Konsep dasar sosiologi sastra sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang mengajukan istilah mimesis, yang menyinggung hubungan timbal balik antara sastra dan masyarakat.
Salah seorang tokoh sosiologi sastra terpenting adalah Hippolyte Taine (Perancis) mengemukakan bahwa sebuah pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dirumuskan menggunakan metode ilmu alam dan pasti.
Selain itu, terdapat berbagai teori pendekatan sosiologis sastra, antara lain :
1. Teori Sastra Marxis
Pemikiran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Teori ini berpendapat bahwa sastra dan semua gejala kebudayaan lainnya mencerminkan pola hubungan ekonomi karena sastra terikat akan kelas – kelas yang ada didalamnya. Oleh karena itu, karya sastra hanya dapat dimengerti jika dikaitkan dengan hubungan – hubungan tersebut.
2. Sastra Sebagai Cermin : George Lucaks
3. Efek Aliensi : Bertold Brecht
4. Aliran Frankrut

DEKONSTRUKSI DAN PASCASTRUKTURALISME

Dekonstruksi adalah sebuh istilah yang digunakan untuk menyebut cara membaca sebuah teks (sastra maupun filsafat) yang berdasarkan pada pola pandang filsafat Jacques Derrida. Dekonstruksi disebut juga pascastrukturalisme karena membangun teorinya atas dasar konsep – konsep strukturalisme Ferdinad de Saussure dengan melacak konsepnya kemudian merombaknya dengan pandangan baru.
Aliran ini berkembang dari Perancis oleh kelompok penulis Tel Quel dengan tokoh perintis Jacques Derrida dan Julia Kristeva.
Menurut kaum pascastrukturalis, tidak ada hubungan yang statis antara proposisi dengan realitas. Dapat dikatakan bahwa tidak ada kenyataan objektif yang bisa dibahasakan, dengan kata lain bahasa tidak mencerminkan kenyataan melainkan menciptakan kenyataan.

TEORI RESEPSI SASTRA

Teori resepsi sastra merupakan aliran penelitian sastra yang dikembangkan oleh Mazhab Konstanz tahun 1960-an di Jerman. Mazhab Konstanz meneruskan penelitian Fenomenologi, Strukturalisme Praha, dan hermeneutika.
Tumbuhnya teori – teori resepsi sastra dipicu oleh alam pemikiran filsafat yang berkembang pada saat itu. Teori ini juga muncul sebagai reaksi terhadap sejarah sastra yang tertutup dan hanya menyajikan deretan pengarang dan jenis sastra.
Teori – teori resepsi sastra yang paling menonjol diantaranya :
1. Horison Harapan (Hans Robert Jauss)
Dalam teori ini Jauss memperkenalkan konsep penerimaan sebuah teks. Menurutnya, karya sastra agung adalah karya sastra yang masih dapat dinikmati sekalipun jarak estetis yang memisahkannya dari pembaca.
2. Pembaca Implisit (Wolfgang Iser)
Iser menyebutkan bahwasanya karya sastra memiliki dua kutub, yakni kutub artistik dan kutub estetik. Kutub artistik mungkin hanya dipahami dengan referensi di luar teks. Oleh karena itu ia memfokuskan pada penerimaan dan pembacaan karya sastra oleh pembaca implisit.
3. Psikoananlisis (Norman Holland dan Simon Lesser)
Menurut mereka sebuah karya sastra memiliki efek – efek kejiwaan yang perlu direfleksikan oleh pembaca. Komponen kejiwaan itu dapat terpenuhi bila karya sastra mengandung aspek – aspek yang kontradiktif, ambigu, dan samar. Di dalam proses membaca, pembaca menyusun dan menciptakan cerita dalam imajinasi yang terstruktur.
4. Konvensi Pembacaan (Jonathan Culler)
Culler beranggapan bahwa pemahaman karya sastra sangat ditentukan oleh kompetensi sastra, yakni kemampuan pembaca mewujudkan konvensi – konvensi sastra dalam suatu jenis sastra tertentu.

INTERTEKSTUALITAS

Kajian intertekstualitas berusaha menemukan aspek – aspek tertentu yang telah ada pada karya – karya sebelumnya kemudian membandingkan dengan yang muncul kemudian. Tujuan kajian interteks sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut.
Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapanpun sebuah karya diciptakan, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Karya sastra yang ditulis biasanya mendasar pada karya sebelumnya.
Karya sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya sastra selanjutnya disebut hipogram. Hipogram dapat dikatakan sebagai dasar atau latar. Wujud hipogram dapat berupa penurusan konvensi, sesuatu yang telah bereksistensi, penyimpangan dan pemberontakan konvensi, pemutarbalikan esensi, dan amanat teks sebelumnya.
Prinsip intertekstualitas yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Sedangkan penunjukkan terhadap adanya unsur – unsur hipogram pada suatu karya dari karya – karya lain hakikatnya merupakan reaksi pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar