I. Sastra dan Ilmu Sastra
1. Pengantar
Sastra dan Ilmu sastra adalah dua hal yang berbeda namun berkaitan. Sastra merupakan sekelompok teks yang mengandung nilai – nilai kebaikan dan ditulis dalam bahasa yang indah. Sedangkan Ilmu sastra meneliti sifat – sifat yang terdapat dalam teks sastra beserta fungsi dan perannya dalam masyarakat.
Mempelajari Ilmu sastra secara sistematik serta fungsinya di dalam masyarakat menimbulkan ketertarikan untuk membaca karya – karya sastra dan mengapresiasikannya dengan baik. Untuk memahami sebuah karya sastra dengan baik, diperlukan rasa keingintahuan yang besar untuk mempelajari karya sastra tersebut. Selain itu, pengalaman dalam membaca karya sastra dan pengalaman dalam kehidupan nyata juga berpengaruh dalam apresiasi karya sastra.
Ilmu sastra tidak hanya mempelajari kaidah – kaidah, sistem – sistem, skema, dan media komunikasi dari sebuah karya sastra, akan tetapi juga mempelajari sistem serta perkembangan karya sastra lain beserta cirri – cirinya. Karena dengan membaca sebuah karya sastra dan membandingkannya dengan yang lain dapat memperdalam pemahaman teoritik atau melahirkan kritik sastra untuk mengoreksi pengertian teoritik tersebut.
Terdapat berbagai sifat dalam penelitian sastra. Diantaranya adalah penelitian yang bersifat hermeneutik, yaitu penafsiran dan penilaian terhadap sebuah teks.
2. Pengertian Sastra
A. Masalah – masalah yang Timbul dalam Mendefinisikan Sastra
Terdapat berbagai macam definisi mengenai sastra. Namun hingga saat ini definisi tentang sastra masih sering diperbincangkan. Hal ini disebabkan karena definisi – definisi tersebut dirasa kurang memuaskan, adapun alasannya adalah :
1) Orang ingin mendefinisikan terlalu banyak sekaligus. Padahal sebuah karya sastra mempunyai hubungan yang erat dengan situasi dan waktu penciptaannya. Terkadang definisi sastra ingin mencakup seluruhnya, sehingga mungkin tepat untuk sebuah kurun waktu, namun tidak untuk kurun waktu yang lain.
2) Orang ingin mencari definisi ontologis tentang sastra (ingin mengungkapkan hakikat sastra). Seperti diketahui, karya sastra adalah hasil kreativitas dari masing – masing individu, sehingga tidak mungkin menilai bahwasanya semua karya sastra adalah sama.
3) Orientasi penilaian sebuah karya sastra selalu berkiblat pada sastra Barat. Padahal belum tentu kajian dalam sastra Barat sesuai dengan sastra dari wilayah lain.
4) Terjadi percampuran antara mendefinisikan karya sastra satu dengan lainnya. Misalnya dalam mendefinisikan sebuah puisi terjadi kekeliruan dengan mendefinisikan puisi tersebut sebagai karya sastra umum.
B. Definisi – definisi Historik
Pengertian tentang sastra yang berlaku pada zaman Romantik tidak merupakan sebuah kesatuan. Tidak semua tokoh Romantik mempunyai pendapat yang sama mengenai sastra. Namun demikian, terdapat ciri yang selalu muncul dari definisi yang pernah diungkapkan, diantaranya :
1) Sastra merupakan sebuah ciptaan atau kreasi, bukan imitasi.
2) Sastra bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), tidak bersifat komunikatif.
3) Karya sastra yang otonom itu bersifat koherensi, yaitu adanya keselarasan antara bentuk dan isinya.
4) Sastra merupakan sintesa (jalan tengah) antara hal – hal yang saling bertentangan, baik disadari maupun tidak.
5) Sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan. Dalam sebuah teks sastra, kita akan menjumpai makna yang dalam kehidupan dan bahasa sehari – hari tidak dapat diungkapkan.
Aliran Romantik sangat menghargai bentuk, yaitu cara sebuah karya sastra mengungkapkan sesuatu. Bagi kaum Formalis (sekelompok teoretikus sastra dari Rusia) cara pengungkapan merupakan ciri khas bagi kesastraan.
Lain dari kaum Romantisi, kaum Formalis tidak menganggap bahasa kiasan sebagai ciri khas bagi sifat kesastraan. Menurut mereka, efek kiasan justru mempercepat pengertian.
Para Formalis mencirikan sastra sebagai teks yang oleh pengarangnya diberi efek mengasingkan dan melepaskan dari otomatisasi (deotomatisasi) untuk penyerapan pembaca. Bagi para Formalis sastra bukanlah sesuatu yang tetap, akan tetapi susunannya terus berubah.
Dalil tersebut pernah dijabarkan oleh Roman Jakobson, yaitu fungsi puitik adalah dominan dalam sastra, tetapi fungsi tersebut juga dijumpai dalam pemakaian non – sastra.
Menurut Jakobson, fungsi puitik dapat diketahui bilamana muncul ekuivalensi, persamaan atau pertentangan yang menyolok dan bersifat sistematik.
Deskripsi mengenai fungsi puitik juga dikemukakan oleh Mukorovsky, seorang penganut aliran strukturalistik Praha. Menurutnya fungsi bahasa puitik akan muncul apabila sebuah ungkapan diungkapkan secara sistematik. Bahasa puisi tidak diungkapkan dari luar, di dalamnya sudah mengandung nilai estetik dan fungsional yang mampu mengarahkan perhatian pembaca terhadap hubungan bahasa – kenyataan.
Baik kaum Romantisi maupun Teoritisi mengutamakan teks – teks sastra, karena nilainya yang istimewa. Sebuah ciri khas lain yang pernah diutarakan adalah unsur fiksionalitas, yang menunjukkan bawa teks tersebut mengacu pada dunia yang sebagian bersifat rekaan.
C. Sastra Itu Apa ?
Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan.
Dalam mendefinisikan sastra, Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Westeijn berpendapat bahwa :
1) Karya sastra adalah teks – teks yang tidak selalu disusun untuk tujuan komunikasi praktis dan sementara waktu.
2) Karya sastra adalah teks – teks yang mengandung unsur fiksionalitas.
3) Karya sastra adalah jika pembacanya mengambil jarak dengan teks tersebut.
4) Dala sastra bahannya diolah secara istemewa.
5) Karya sastra dapat dibaca menurut tahapan arti yang berbeda.
6) Karya yang bersifat fiksi dan non – fiksi dapat dibedakan.
7) Terdapat karya sastra yang semula tidak dianggap sebagai karya sastra, tetapi kemudian dikategorikan sebagai karya sastra. Contoh : Orang Kristen membaca kitab injil dengan cara lain daripada Non – Kristen.
8) Karena sifatnya rekaan, sastra tidak mengatakan sesuatu secara langsung dan tidak menggugah kita untuk langsung bertindak.
9) Sambil membaca sebuah karya sastra kita dapat mengadakan identifikasi dengan seorang tokoh atau orang lain.
10) Bahasa sastra dan pengolahan bahan lewat sastra dapat membuka batin kita bagi pengalaman baru.
11) Bahasa dan sarana sastra lainnya mempunyai suatu nilai tersendiri.
12) Sastra dapat digunakan untuk mengetahui nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku dalam suatu masyarakat dengan cara mempelajari kebudayaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar